Wednesday 15 January 2014

Tuesday 14 January 2014

KIAT SEDERHANA TANGKAL RADIKAL BEBAS

Dalam dua dasawarsa terakhir, pemahaman mengenai mekanisme gangguan kesehatan berkembang, terutama yang berhubungan dengan penyakit degeneratif.  Maka pemahaman seputar radikal bebas dan antioksidan pun berkembang lebih luas.

Proses metabolisme tubuh selalu diiringi pembentukan radikal bebas, yakni molekul-molekul yang sangat reaktif.  Molekul-molekul tersebut memasuki sel dan “meloncat-loncat” di dalamnya.  Mencari, lalu “mencuri” satu elektron dari molekul lain untuk dijadikan pasangan. Pembentukan radikal bebas dalam tubuh pada hakikatnya adalah suatu kejadian normal, bahkan terbentuk secara kontinyu karena dibutuhkan untuk proses tertentu, di antaranya oksidasi lipida.Tanpa produksi radikal bebas, kehidupan tidaklah mungkin terjadi.  Radikal bebas berperan penting pada ketahanan terhadap jasad renik.  Dalam hati dibentuk radikal bebas secara enzimatis dengan maksud memanfaatkan toksisitasnya untuk merombak obat-obatan dan zat-zat asing yang beracun.
Namun pembentukan radikal bebas yang berlebihan malah menjadi bumerang bagi sel tubuh, karena sifatnya yang aktif mencari satu elektron untuk dijadikan pasangan.  Dalam pencariannya, membran sel dijebol dan inti sel dicederai.  Aksi ini dapat mempercepat proses penuaan jaringan, cacat DNA serta pembentukan sel-sel tumor. Radikal bebas juga “dituding” dalam proses pengendapan kolesterol LDL pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis).Tubuh memerlukan bala bantuan untuk mengendalikan jumlah radikal bebas yang melampaui kebutuhan itu, yaitu antioksidan yang sebenarnya sudah terbentuk secara alamiah oleh tubuh.  Berdasarkan sifatnya, antioksidan mudah dioksidasi (menyerahkan elektron), sehingga radikal bebas tak lagi aktif mencari pasangan elektronnya.
Unsur antioksidan yang terpenting adalah yang berasal dari vitamin C, E dan A serta enzim alamiah. Demi memenuhi tuntunan itu, berbagai upaya dilakukan, misalnya dengan mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur yang kaya akan vitamin dan mineral tertentu.  Ada pula yang menempuh cara lebih praktis, yaitu mengonsumsi suplemen, baik yang berbahan dasar alami maupun yang sintetis.
Belum banyak yang memahami benar seberapa banyak kebutuhan tubuh kita akan vitamin A, C dan E yang dikelompokkan sebagai antioksidan.Sebagai contoh masih terdapat perbedaan pendapat tentang dosis Vitamin C yang perlu dikonsumsi setiap hari.  Sebagian pakar merekomendasikan cukup 60–70 mg, dengan alasan cukup untuk kebutuhan setiap hari.  Jika mengonsumsi berlebih akan terbuang dalam urin. Sedangkan yang lain menganjurkannya 500–1.000 mg agar Vitamin C bukan sekedar memenuhi kebutuhan tubuh untuk stimulasi proses metabolisme, tetapi benar-benar dapat berfungsi sebagai antioksidan.
Beberapa pakar nutrisi berpendapat, bahwa kecukupan antioksidan dapat diperoleh dengan cara  menjaga pola makan bergizi seimbang. Namun, pada kenyatannya tidak banyak yang dapat melakukannya setiap hari.  Sebagai contoh, bagi kalangan berpendapatan kelas menengah-bawah buah-buahan yang dijual pada umumnya relatif mahal, sehingga kebutuhan akan vitamin yang tergolong anti oksidan menjadi berkurang. Mereka berpendapat dapat digantikan dengan suplemen yang lebih murah. Namun keunggulan suplemen ini tetap kalah jika dibandingkan dengan makanan alami, karena pada yang alami terdapat vito chemicals, yaitu sekumpulan bahan-bahan kimia yang mempunyai fungsi belum diketahui secara rinci.
Ada pula yang berpendapat, dalam mengonsumsi suplemen, mengambil dosis yang moderat, artinya tidak menggunakan vitamin dengan dosis terlalu tinggi, contohnya 500 mg Vitamin C setiap hari.  Penggunaan dosis tinggi dianggap tidak baik bagi kesehatan, apalagi digunakan dalam jangka panjang. “Beberapa studi menunjukkan, dosis terlalu tinggi mengubah sifat antioksidan menjadi prooksidan,” peringatan dr Benny Soegianto, MPH. (alm) dalam sebuah wawancara dengan reporter majalah kesehatan tujuh tahun silam.  Kendatipun demikian sampai saat ini masih banyak konsumen yang tergoda untuk rutin memakai dosis tinggi karena terbuai janji khasiatnya sebagai penghambat proses penuaan.
Tubuh kita sendiri, lanjut dr Benny seringkali mampu memberikan sinyal kekurangan vitamin tertentu.  Sebagai contoh, jika Vitamin B dan C dalam kurun waktu tertentu tidak cukup dikonsumsi dan tubuh sedang bekerja keras, maka akan timbul sariawan dan tubuh akan terasa pegal.  Oleh karenanya kecukupan kedua macam vitamin tersebut perlu dijaga dengan cara–suka tidak suka- mengonsumsi buah segar setiap hari dalam porsi yang memadai.

Monday 6 January 2014

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di poliklinik dewasa puskesmeas bakinang periode januari sampai juno 2008

latar belakang

Meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju. Berdasarkan dataGlobal Burden of Disease (GBD) tahun 2000, 50% dari penyakit kardiovaskuler disebabkan oleh hipertensi.Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta penderita hiperten si di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES tahun 1988-1991. Penyakit kardiovaskuler menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992 dan 1995 merupakan penyebab kematian terbesar
di Indonesia. 
untuk melihat hasil selanjutnya silahkan download disini

kemiskinan pneumonia pada balita

Di Indonesia, insiden penyakit pneumonia tahun
1990 (5 per 10.000 penduduk) dan tahun 1998
(212.6 per 10.000 penduduk) memperlihatkan kecenderungan
yang meningkat tajam. Survei Kesehatan
Nasional pada tahun 2001, menemukan proporsi kematian
bayi akibat ISPA (28%) dan pneumonia (80%) masih
sangat tinggi. Pada akhir tahun 2000, angka kematian
pneumonia pada balita, diperkirakan mencapai 4,9 per
1000 yang berarti bahwa rata-rata terjadi satu kematian
balita akibat penomonia setiap lima menit. Pada tahun
2004, Pemerintah Indonesia menargetkan untuk menurunkan
angka kematian dan kesakitan pneumonia pada
balita masing-masing menjadi 3 per 1000 dan 8-16%.
Berbagai studi membuktikan bahwa faktor sosio-ekonomi
berkontribusi besar terhadap kejadian penyakit saluran
pernapasan. Berbagai studi di negara berkembang
memperlihatkan secara jelas hubungan antara status sosial
ekonomi dengan kejadian pneumonia balita.
Kelompok masyarakat yang berasal dari sosio-ekonomi
rendah relatif lebih banyak mengunjungi fasilitas pelayanan
medis. Penduduk yang berpenghasilan rendah berisiko
sakit 43% (OR 1,43; 1,12-1,84) dan terakses lebih
banyak terhadap pelayanan kesehatan (9%, OR 1,49;
1,24-1,79). Studi mortalitas pneumoni balita di Amerika
Serikat selama periode 58 tahun (1939 -1996), menemukan
penurunan kematian anak yang sangat besar
(98%). Hal tersebut membuktikan bahwa Program intervensi
The Women, Infants and Children yang dilakukan
pada tahun 1972 terbukti sangat meningkatkan akses
penduduk miskin pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Hal tersebut memperlihatkan pola hubungan monotonic
yang mengindikasikan bahwa hubungan yang terjadi
tidak semata-mata disebabkan oleh masalah kemiskinan.
Pada kelompok dengan status sosio-ekonomi yang
rendah, semua penyebab kematian dan angka kesakitan
akan memperlihatkan tren yang meningkat. Berbagai hasil
evaluasi juga memperlihatkan bahwa risiko cedera, asma
dan hipertensi pada remaja meningkat akibat perilaku
negatif anak-anak dari kalangan sosio-ekonomi rendah.
Namun, pada kelompok dewasa muda risiko cedera
dan darah tinggi tidak terlihat meningkat. Keadaan ini diduga
berhubungan dengan unhiggenic environment pada
sosio-ekonomi rendah seperti; konflik, child care quality,
stress hidup, akses pelayanan kesehatan yang minim.
Artikel penelitian berjudul “Pengaruh Kemisikinan
Keluarga pada Kejadian Pneumonia Balita Di Indonesia,
oleh Rizanda Machmud dari Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas
Kedokteran, Universitas Andalas, menarik perhatian kami
untuk dibahas dalam editorial kali ini. Risiko balita
yang berasal dari keluarga yang berpendidikan rendah,
berpengetahuan rendah dan mengalami pencemaran udara
relatif lebih tinggi. Analisis multilevel juga memperlihatkan
hubungan yang erat antara pneumonia balita dan
variabel independen pada level rumah tangga dan kabupaten.
Balita dari lingkungan rumah tangga miskin berisiko
pneumonia 1,73 kali lebih besar (CI 95% OR 1,34;
2,25) daripada yang tidak miskin. Kontribusi kemiskinan
pada kejadian pneumonia balita ditemukan sekitar
19,9%. Apabila kemiskinan keluarga dapat diatasi, maka
prevelensi pneumonia balita akan dapat diturunkan
dari 5,4% menjadi 4,33%.
Model multilevel menemukan pencemaran udara
dalam rumah berpengaruh paling kuat mengindikasikan
bahwa kejadian pneumonia pada keluarga miskin
dipengaruhi lebih kuat oleh pencemaran udara dalam
rumah daripada status gizi. Faktor kontekstual
berpengaruh lebih besar dari pada faktor compositional.
Sehingga intervensi pada keluarga miskin lebih
mengutamakan intervensi di faktor kontekstual
dibandingkan faktor compositional.
Setelah World Development Report 2000/2001, ter-
1
Kemiskinan dan Pneumonia pada Balita
EDITORIAL
2
minologi kemiskinan diterjemahkan secara luas dan multi
dimensional. Hal tersebut mengandung makna bahwa
derajat kesehatan dan ill – health merupakan dimensi
yang sangat penting dan esensial. Dalam dimensi baru
dikatakan bahwa peningkatan pendapatan tidak menjamin
secara otomatis penurunan kemiskinan kecuali jika
diikuti oleh peningkatan derajat kesehatan kelompok
miskin. Dengan demikian, diperlukan peningkatan
alokasi pembiayaan pelayanan kesehatan untuk dapat
meningkatkan derajat kesehatan yang akan meningkatkan
produktifitas penduduk. Peningkatan derajat kesehatan
penduduk tidak mudah diwujudkan karena
memerlukan pemahaman dan kemauan politis yang kuat.
seperti pernyataan berikut ’by securing greater proportional
improvements amongs poorer groups, is not simply
poverty issues – it is also a question of justice and equity’.
Pergeseran tersebut dapat dilihat dari proporsi
anggaran kesehatan yang dialokasikan di suatu daerah
yang seharusnya bergeser pada pembiayaan berbagai
masalah kesehatan kelompok rentan dan miskin. Semoga
segera menjadi kenyataan. (Nasrin Kodim)
KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 1, Agustus 2009

untuk melihat lebih lanjut silahkan download disini

Saturday 28 December 2013

abstrak " the nutrition transition and obesity in the developing world"

ABSTRACT Changes in diet and activity patterns are fueling the obesity epidemic. These rapid changes in the
levels and composition of dietary and activity/inactivity patterns in transitional societies are related to a number of
socioeconomic and demographic changes. Using data mainly from large nationally representative and nationwide
surveys, such as the 1989, 1991, 1993 and 1997 China Health and Nutrition Surveys, in combination with
comparative analysis across the regions of the world, we examine these factors. First, we show the shifts in diet
and activity are consistent with the rapid changes in child and adult obesity and in some cases have been causally
linked. We then provide a few examples of the rapid changes in the structure of diet and activity, in particular
associated with increased income. Cross-country and in-depth analysis of the China study are used to explore
these relationships. People living in urban areas consume diets distinctly different from those of their rural
counterparts. One of the more profound effects is the accelerated change in the structure of diet, only partially
explained by economic factors. A second is the emergence of a large proportion of families with both currently
malnourished and overweight members as is shown by comparative analysis of a number of Asian and Latin
American countries. J. Nutr. 131: 871S– 873S, 2001.
untuk lebih lanjut silahkan download disini

Tuesday 3 December 2013

laporan ipd IKAN



LAPORAN PRATIKUM ILMU PANGAN DASAR
Pemilihan ikan dan hasil perairan lainnya serta hasil olahnya berdasarkan standar mutu
OLEH :
GOLONGAN : 4
KELAS: 1B
1.  ANISA FADHILLA (132110149)
2.  NOFRIANI ( 132110169)
3.  YURI AINI QALBYA(132110190)







POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN RI PADANG
JURUSAN GIZI POLTEKKES PADANG
2013

LAPORAN PRATIKUM ILMU PANGAN DASAR

Judulpratikum           : pemilihan ikan dan hasil perairan lainnya serta hasil olahnya berdasarkan standar mutu
Topic pratikum                      :
1.    Ikan gurame
2.    Kepiting
3.    Ikan tongkol
4.    Ikan tenggiri
5.    Udang
6.    Ikan mujair
7.    Sarden
8.    Ikan asin
9.    Ikan mas
10. Cumi-cumi
11. Kerang
12. Ikan nila

Praktekke / gol                      :10/4
Hari/tanggal                         :selasa/26 november 2013
Tujuanpratikum                  :
1.    Mampu menentukan persamaan dan perbedaan jenis ikan dan hasil olahan perairan berdasarkan ciri-ciri yang ada
2.    Mampu menentukan persamaan dan perbedaan hasil olahan ikan dan hasil perairan berdasarkan ciri-ciri yang ada
3.    Mampu menentukan mutu ikan dan hasil perairan
pembahasan:
berdasarkan tempat hidup dan sifatnya, hasil perikanan dapat di klasifikasikan ke dalam jenis perikanan laut dan perikanan darat.
Hasil perikanan menurut FAO, terbagi 2 kelompok yaitu :
1.ikan darat ( jenis ikan yang bermigrasi antara laut dan darat untuk bertelur.
2.ikan laut (semua yang ada di laut, termasuk cumi-cumi,kepiting dan sebagainya )
Ikan sebagai salah satu hasil perikanan dimana salah satu bahan makanan yang tak asing lagi bagi masyarakat indonesia.
Bahan makanan ini merupakan sumber protein yang relative murah,tetapi beberapa jenis di antara nya memounyai nilai ekonomi cukup tinggi untuk di ekspor.
Salah satu kelemshsn ikan sebagai bahan makanan ialah sifatnya yang mudah busuk setelah di tangkap dan mati. Oleh karena itu, ikan perlu ditangani dengan baik agar tetap dalam kondisi yang layak dikonsumsi oleh konsumen. Penanganan awal terhadap ikan sesaat setelah di tangkap antara lain dengan sortasi,grading,dan pembersihan ikan.
Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan tubuh, di samping itu nilai biologisnya mencapai 90 % dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah di cerna, hal paling penting adalah harganya jauh lebih murah di bandingkan sumber protein lainnya. Agar dapat memanfaatkan ikan dengan baik, perlu di ketahui karakteristik yang dimiliki, misalnya struktur tubuh ,perbandingan ukuran tubuh dan berat, sifat fisik dan kimia, protein, lemak, vitamin dan senyawa lain yang di kandungnya.
Hasil perikanan merupakan sumber daya alam yang sangat besar manfaatnya untuk manusia.

Bahan :
13. Ikan gurame
14. Kepiting
15. Ikan tongkol
16. Ikan tenggiri
17. Udang
18. Ikan mujair
19. Sarden
20. Ikan asin
21. Ikan mas
22. Cumi-cumi
23. Kerang
24. Ikan nila
25. Reagen eber (campuran HCL pekat : alcohol 90 % : eter = 1:1:1)

Alat:tabung reaksi, penyumbat gabus,kawat, pipet 5ml,karet penghisap

Cara kerja :
1.    Catatciri-cirimasing-masingdilihatdariberat, warna,bau,kulit,sisik,sirip,insang,dan mata dan bandingkan dengan ciri ikan segar
2.    Catat perbedaannya
Ikan gurame    : ikan mas : ikan mujair
Ikan tongkol : ikan tenggiri
3.    Bersihkan dan catat berat yang dimakan
4.    Lakukan uji eber .
Bahan :
-reagen eber ( campuran HCL pekat : alkohol 90 % : ether = 1;1;1)
Alat : tabung reaksi, penyumbat gabus,kawat ,pipet 5 ml, karet penghisap
Cara kerja :
Buat larutan eber yang terdiri dari campuran  HCL pekat, alkohol 90% dan eter dengan perbandingan 1;1;1, isi tabung reaksi dengan larutan eber sebanyak 3-5 ml. Iris daging kira-kira sebesar kacang tanah dan tusukkan pada ujung kawat dan pada ujung kawat lainnya tusukkan penyumbat gabus. Masukan daging ikan yang dusah di tusuk ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan eber dan di tutup pada mulut tabung dengan gabus.
Terbentuknya gas berwarna putih di dalam tabung menunjukkan adanya gas NH3 hasil pembusukkan.
5.    Lakukan uji postma
Bahan kimia : MgO
Alat : cawan petri diameter 100 mm, gelas kimia 250 ml , blender,penangas air, kertas lakmus merah dan kertas saring. Tempelkan kertas lakmus merah  pada bagian dalam tutup cawan petri. Letakkan cawan oetri bagian bawah dalam –enangas air bersuhu 50-60 0c. Masukkan 10 ml filtrat ke dalam cawan petri dan tambahkan MgO 0,1 gr dan cawan segera ditutup. Jika terjadi perubahan warna kertas lakmus dari merah menjadi biru menandakan adanya gas NH3 hasil pembusukan.
6.    Lakukan uji H2S
Bahan kimia : larutan Pb asetat 10 %
Alat: cawan petri,kertas saring dan pipet tetes
Cara kerja :
Iris daging sebesar kecang tanah dan letakkan pada cawan petri. Daging ikan ditutup dengan kertas saring dan tetesi dengan larutan Pb asetat 10%. Bekas tetesan Pb asetat menunjukkan adanya gas H2S hasil pembusukkan



Hasilpratikum :
·         Pengamatan subjektif
No

nama
Pengamatan
berat
warna
bau
kulit
sirip
insang
mata
Sisik

Ikan asin
60 gr

krem
khas
Tidak berlendir /kering
Tidak tajam
-
-
Kuat

Ikan tenggiri
45 gram
Putih abu-abu
khas
licin
tajam
-
-
-

Ikan tongkol
30 gr
Keabu-anuan
khas
licin
Tidak tajam
merah
Bulat bersih
licin

Kerang

10 gr
Krem
amis
keras
-
-
-
-

Cumi-cumi
25 gram
pink
amis
licin
-
-
Bulat hitam
-

Ikan mas

190 gr
Hitam kekuningan
amis
berlendir
Tidak tajam
Merah hati
Bulat berbinti
Licin

Ikan nila

80 gr
Putih abu-abu
amis
berlendir
Tidak tajam
Merah hati
Bulat,bersih
Licin dan mudah lepas

Ikan mujair
50 gr
Putih-abu-abu
amis
berlendir
Tidak tajam
Merah hati
Bulat,bersih,
Licin dan mudah lepas


Nama bahann
Gambar
Ikan asin

Ikan nila
Ikan tongkol
Ikan tenggiri
sarden

Ikan mujair



·         Pengamatan objektif
no
pengamatan
Nilai(%)
Tanda (+/-)

BDD

+

Ujieber ( ikan mujair)

+

Ujipostma (ikan mujair)

+

Uji H2s (ikan mujair)

+

















Kesimpulan :
Dari percobaan yang telah dilakukan kepada ikan khususnya “ikan mujair” , bahwa ikan tersebut tidak layak di makan dikarenakan telah busuk. Hal itu dapat diketahui ketika uji eber,uji postma,dan uji H2S dapat disimpulkan ikan tersebut busuk.
Dan juga pada ikan –ikan yang lain, masih ada yang layak untuk di makan dan juga tidak layak untuk tidak di makan. Jadi, sebelum memasak ikan , pilihlah ikan yang benar-benar tidak busuk atau masih segar, karena kita juga yang akan mendapatkan keuntungannya apabila ikan itu baik, dan kita juga yang akan mendapat keburukan apabila ikan itu busuk.

Daftarpustaka :

Buckle K.A,dkk.2009.ilmu pangan. Jakarta : universitas indonesia.







                                                                                                Padang, 30 november 2013
Pembimbing pratikum,                                                     yang membuat laporan,





(                                      )                                                                    (anisa fadhilla)                                                                                                                                 NIM:132110149